Penggunaan Drone untuk Pengawasan Tanaman Dihambat Biaya
Dalam era digital yang semakin maju, teknologi drone untuk pengawasan tanaman telah banyak diadopsi di berbagai negara untuk meningkatkan efisiensi pertanian. Meski potensi drone tampak menjanjikan untuk pengawasan tanaman di Indonesia, kenyataannya penerapan teknologi ini menghadapi beragam tantangan yang signifikan.
Salah satu hambatan utama adalah biaya yang relatif tinggi untuk membeli, memelihara, dan mengoperasikan drone. Harga drone modern yang digunakan untuk keperluan agrikultur bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah, angka yang sulit dijangkau oleh banyak petani kecil dan menengah di Indonesia.
Selain itu, keterampilan teknis dalam mengoperasikan drone merupakan kendala lain yang tidak kalah pentingnya. Penggunaan drone secara efektif memerlukan pengetahuan dan pelatihan khusus dalam hal navigasi, pemrograman penerbangan otomatis, serta analisis data yang dihasilkan oleh sensor dan kamera yang terpasang.
Sayangnya, banyak petani di Indonesia yang belum memiliki akses ke pelatihan semacam ini, sehingga kemampuan mereka untuk memanfaatkan teknologi drone secara optimal menjadi terbatas.
Masalah regulasi penerbangan juga menjadi salah satu penghalang yang signifikan. Di Indonesia, penggunaan drone diatur oleh beberapa peraturan yang ketat yang dirancang untuk memastikan keamanan penerbangan.
Artinya, proses mendapatkan izin terbang bisa cukup kompleks dan memerlukan waktu yang lama. Ditambah lagi birokrasi dan regulasi yang rumit ini seringkali menjadi hambatan bagi petani untuk menggunakan teknologi drone secara legal dan efisien.
Pertimbangan hambatan-hambatan, teknologi drone meskipun canggih, belum sepenuhnya cocok dan praktis untuk diterapkan secara luas di kalangan petani Indonesia.
Aplikasi Smartphone untuk Manajemen Pertanian, Kesenjangan Digital
Aplikasi smartphone untuk manajemen pertanian telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, menawarkan berbagai fitur seperti pemantauan cuaca, pengelolaan irigasi, deteksi penyakit tanaman, dan analisis tanah. Namun, adopsi teknologi ini masih tergolong rendah di kalangan petani Indonesia.
Salah satu faktor utamanya adalah keterbatasan akses teknologi. Banyak daerah pertanian di Indonesia masih belum memiliki infrastruktur yang memadai seperti jaringan internet yang stabil dan listrik yang andal. Kondisi tersebut menjadi penghambat utama dalam penggunaan aplikasi smartphone untuk manajemen pertanian.
Selain keterbatasan akses teknologi, tingkat melek digital di kalangan petani juga menjadi tantangan. Sebagian besar petani masih kesulitan mengoperasikan perangkat smartphone, apalagi menggunakan aplikasi yang memiliki beragam fitur kompleks.
Masalah tersebut diperparah dengan minimnya pelatihan dan sosialisasi mengenai pentingnya teknologi digital dalam manajemen pertanian.
Kesenjangan ini menyebabkan petani merasa bahwa smartphone tidak praktis dan sulit diakses, terutama bagi mereka yang berusia lanjut atau memiliki latar belakang pendidikan rendah.
Preferensi metode pertanian tradisional juga memainkan peran penting dalam rendahnya adopsi aplikasi smartphone untuk manajemen pertanian.
Petani sering kali lebih nyaman dengan metode konvensional yang telah turun-temurun digunakan, seperti melihat tanda-tanda alam untuk memprediksi cuaca atau mengandalkan pengalaman pribadi dalam mengelola ladang.