Sebagai contoh, sistem pengaturan lalu lintas berbasis AI dapat mengurangi kemacetan dengan memantau dan mengatur aliran kendaraan secara real-time, sehingga perjalanan menjadi lebih lancar dan emisi karbon berkurang.
Pemanfaatan energi juga akan dioptimalkan dengan memasang sensor dan perangkat IoT pada jaringan listrik dan bangunan.
Sistem ini tidak hanya akan memantau konsumsi energi tetapi juga mengelola sumber energi secara dinamis, memprioritaskan penggunaan energi terbarukan dan meminimalkan pemborosan.
Sensor yang tersebar di seluruh kota akan mengumpulkan data yang komprehensif, memberikan wawasan penting bagi pengelola kota dalam mengambil keputusan yang berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat.
Manajemen limbah pun tidak ketinggalan dalam tranformasi ini. AI dan IoT dapat digunakan untuk melacak dan mengelola limbah kota, sehingga proses daur ulang bisa dilakukan dengan lebih efektif dan volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir berkurang drastis.
Namun demikian, penerapan teknologi ini bukan tanpa tantangan. Persoalan keamanan siber menjadi perhatian utama karena semakin meningkatnya potensi ancaman terhadap infrastruktur digital kota pintar.
Strategi keamanan yang kuat diperlukan untuk melindungi sistem dari serangan yang bisa melumpuhkan fungsi kota.
Selain itu, memastikan teknologi ini inklusif dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat adalah tantangan tersendiri. Kesetaraan akses teknologi memerlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Penting bagi para pemangku kepentingan untuk tidak hanya fokus pada kemajuan teknologi, tetapi juga pada kesejahteraan dan inklusi sosial.
Hanya dengan pendekatan yang kreatif dan bijaksana, kita dapat mencapai kota pintar yang benar-benar maju dan manusiawi.(*)